Ada beberapa orang yang mengasumsikan bahwa keilmuan Islam berada pada titik puncak dengan dibuktikannya pelbagai Ilmu Pengetahuan yang sesuai dengan wahyu-Nya, tidak tahu apakah memang benar sesuai atau hanya disesuaikan, serta lahir tipologi Mujadid; Namun di lain pihak mengatakan bahwa Islam mengalami degradasi yang selalu berimaji tentang masa lalu, dan berasumsi bahwa era postmodern ini, Islam terkontaminasi moral yang di adopsi para penerus dengan style yang dianggap pusat peradaban dunia modern, dan lahirlah sikap gempar bermisionary dengan misi membangun kembali peradaban Islam yang madani.
Hal ini dipandang dari sudut yang berbeda, ada hal lain seperti dalam amatan kacamata ilmu sosial, bahwa agama memiliki dua wajah yang ambivalen dan paradoks; sebagai unsur integrasi dan solidaritas sosial di satu isi; dan sebagai unsur disintegrasi atau pemecah sosial, di sisi lain. Sebagai landasan moral dan doktrinal yang memunculkan dimensi humanitas, dan secara aktual sosiologis menjadi pijakan justivikasi bagi prilaku kekerasan atas anam agama, Tuhan. Asumsi-asumsi tersebut menjadi dasar bagi lahirnya pandangan yang menyebutkan bahwa agama merupakan matahari yang memancarkan kasih sayang Ilahiyah pada setiap penganut agama, dan sekaligus sebagai mata air bagi lahirnya imaji kekerasan agama.
Setelah gong modernitas menggema dimuka bumi, berbagai opini bermunculan, pujian ataupun cercaan sudah jadi lahapan biasa. Dalam satu pihak ada merasa di untungkan dengan terbukanya peluang mengepaskan sayap perniagaan, namun disisi lain banyak merasa dikecawakan karena akses sosial yang lahir dengan dampak destruktifnya. Paling tidak menurut berbagai pemuka agama modernitas telah mengubah tatanan moral yang kokoh di atas singgasana agama.
Begitu juga dengan kajian wahyu modern yang seakan terlalu memberikan porsi penyesuaian dengan kajian santifik, tanpa memerhatikan kaedah dan tatanan keilmuan yang telah disusun, sehingga kuantum dari hakikat ayat perayat seolah disesuaikan dengan kajian mereka yang notabennya non pribumi, tapi bukan berarti seluruh kontruksi ilmu pengetahuan berparadoks dengan ayat-ayat yang diwahyukan; dan disatu sisi ada yang berpegang teguh dengan kaedah yang ada, namun banyak yang selalu memalingkan muka kepada fakta yang ada, dan hanya berkutat pada rasionalitas tanpa realitas.
PR ini bukan hanya bagi dia seorang agent of change atau apakah itu lainnya yang dunia Islam bagai simalakama. Bertoleran dianggap liberal, bersikap acuh dianggap tidak toleran, berjenggot dianggap teroris, berhijab dipandang ketinggalan zaman, padahal jika seperti itu hewanpun lebih modern ketimbang manusia yang menganggap moral mereka lebih trendi.
sumber : Studi Islam,Liberalisme Islam antara Konsep Ideal dan Fakta, Filsafat Kontruksivisme
by : ge
0 komentar:
Posting Komentar